Rabu, 11 Januari 2012

Upaya Guru Mengembangkan Propesi Keguruan


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pengembangan profesionalitas guru meliputi empat aspek utama, yakni pertama, kemampuan dasar yang membentuk mindset guru (sering disebut epistemologi guru) yang elemen-elemen dasarnya terdiri atas (1) penguasaan dalam displin ilmu secara baik dan mendalam (kompetensi professional), (2) pemahaman hakikat tujuan belajar, (3) penguasaan teori belajar dan pembelajaran serta mengenal  peserta didik secara mendalam (kompetensi paedagogis). Kedua, pengembangan pembelajaran yang terdiri atas (1) kemampuan menganlaisis dan menetapkan tujuan belajar, (2) menganalisis isi dan mengorganisasi isi pembelajaran, (3) merancang skenario pembelajaran, (4) menyusun perangkat pembelajaran, (5) mengembangkan sistem evaluasi (kompetensi paedagogis dan professional). Ketiga, melaksanakan pembelajaran yang mendidik(kompetensi paedagogis dan professional). Keempat, kinerja tersebut memerlukan dukungan (1) penguasaan bidang-bidang lain yang diperlukan untuk meningkatkan pembelajaran dan memutakhirkan pengetahuan dan keterampilan pendidik (kompetensi sosial dan kepribadian), terutama kemampuan teknologis dan resourcefull, dan (2) pengembangan sikap, nilai, dan kebiasaan berpikir produktif, serta perilaku yang menunjang tampilan kinerja pendidik (kompetensi sosial dan kepribadian).
Pemeliharaan profesionalitas guru merupakan upaya pengembangan berkelanjutan mengenai mindset guru, kemampuan mengembangkan pembelajaran, dan kemampuan melaksanakan pembelajaran. Dari ketiga aspek ini mindset guru merupakan aspek yang sangt penting karena mendasari keputusan tindakan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran.
2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hakikat guru profesional?
2. Bagaimana pemeliharaan profesionalisme guru?


BAB II
PEMBAHASAN
1.       Hakikat Guru Profesional
Dalam UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen pada pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa, guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Sedangkan dalam ayat 4 menyebutkan bahwa, profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi.
Sejatinya, guru adalah bagian integral dari organisasi pendidikan  di sekolah  secara menyeluruh. Agar sebuah organisasi termasuk organisasi pendidikan di sekolah  mampu menghadapi perubahan dan ketidakpastian yang menjadi ciri kehidupan modern, Peter Senge (2000) mengingatkan perlunya mengembangkan sekolah sebagai sebuah organisasi pembelajar. Di antara karakter utama organisasi pembelajar adalah senantiasa mencermati perubahan internal dan eksternal yang diikuti dengan upaya penyesuaian diri dalam rangka mempertahankan eksistensinya.
Syarat mutlak terciptanya organisasi pembelajar adalah terwujudnya masyarakat pembelajar di tubuh organisasi tersebut. Ini dapat dengan mudah difahami mengingat kinerja organisasi secara tidak langsung adalah produk kinerja kolektif semua unsurnya termasuk Sumber Daya Manusia. Oleh sebab itu, dalam konteks sekolah, guru secara individu maupun secara bersama-sama dengan masyarakat seprofesinya harus didorong untuk menjadi bagian dari organisasi pembelajar melalui keterlibatannya secara sadar dan sukarela serta terus menerus dalam berbagai kegiatan belajar guna mengembangkan profesionalismenya.
Untuk itu, sebagai bentuk aktualisasi tugas guru sebagai tenaga profesional, maka pemerintah melalui  Kementerian pendidikan Nasional sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang Undang No 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan akan menfasilitasi guru untuk dapat  mengembangkan keprofesiannya  secara berkelanjutan.  Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan (PKB) ini diarahkan untuk dapat memperkecil jarak antara pengetahuan, keterampilan, kompetensi sosial dan kepribadian yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya itu.        
Kegiatan PKB ini dikembangkan atas dasar profil kinerja guru sebagai perwujudan hasil  Penilaian Kinerja Guru  yang didukung dengan hasil evaluasi diri. Bagi guru-guru yang hasil penilaian kinerjanya masih berada di bawah standar kompetensi  atau dengan kata lain berkinerja rendah diwajibkan mengikuti program PKB yang diorientasikan untuk mencapai standar tersebut; sementara itu bagi guru-guru yang telah mencapai standar kompetensi, kegiatan PKB-nya diarahkan kepada peningkatan  keprofesian  agar dapat memenuhi  tuntutan ke depan dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya sesuai dengan kebutuhan sekolah dalam rangka memberikan layanan pembelajaran yang berkualitas kepada peserta didik.
Sesuai dengan amanat Peraturan Menteri  Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2009 tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, PKB diakui sebagai salah satu unsur utama selain kegiatan pembelajaran/  pembimbingan dan tugas tambahan lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah yang diberikan angka kredit untuk pengembangan karir guru khususnya dalam kenaikan pangkat/jabatan fungsional guru.
Harapannya melalui kegiatan PKB akan terwujud guru yang profesional yang bukan hanya sekedar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah, tetapi tidak kalah pentingnya juga memiliki kepribadian yang matang, kuat dan seimbang. Dengan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kuat, tuntas dan tidak setengah-setengah serta kepemilikan kepribadian yang prima, maka diharapkan guru terampil membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi melalui penyajian layanan pendidikan yang bermutu. Mereka mampu membantu dan membimbing peserta didik untuk berkembang dan mengarungi dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang secara cepat berubah sebagai ciri dari masyarakat abad 21.
Guru sebagai pendidik profesional mempunyai citra yang baik di masyarakat apabila dapat menunjukkan kepada masyarakat bahwa ia layak mejadi panutan atau teladan masyarakat sekelilingnya. Masyarakat terutama akan melihat bagaimana sikap dan perbuatan guru itu sehari-hari, apakah memang ada yang patut untuk diteladani atau tidak. Bagaiman guru meningkatkan pelayanannya, meningkatkan pengetahuannya, memberi arahan dan dorongan kepada anak didiknya, dan bagaimana cara guru berpakaian dan berbicara serta cara bergaul baik dengan sisiwa, teman-temannya, serta anggota masyarakat, sering menjadi perhatian masyarakat luas.
Guru merupakan unsur aparatur Negara dan abdi Negara. Karena itu, guru mutlak perlu mengetahui kebijaksanaan-kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan tersebut. Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan adalah segala peraturan-peraturan pelaksanaan baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, di pusat maupuan daerah, maupun departemen lain dalam rangka pembinaan pendidikan di negara kita.     
Untuk menjaga agar guru Indonesia tetap menjaga dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, Kode Etik Guru Indonesia menegatur hal itu, seperti yang tertera dalam dasar kesembilan dari kode etik guru. Dasar ini juga menunjukkan bahwa guru Indonesia harus tunduk dan taat kepada pemerintah Indonesia dalam menjalankan tugas pengabdiannya, sehingga guru Indonesia tidak mendapat pengaruh negatif dari pihak luar, yang ingin memaksakan idenya melalui dunia pendidikan. Dengan demikian setiap guru Indonesia wajib tunduk dan taat kepada kebijaksanaan dan peraturan baik yang dikeluarkan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan maupun departemen lain yang berwenang mengatur pendidikan, di pusat dan di daerah dalam rangka melaksanakan kebijaksanaan-kebijaksanaan pendidikan Indonesia.
Untuk meningkatkan mutu suatu profesi, khususnya profesi keguruan, dapat dilakukan denga  berbagai cara misalnya dengan melakukan penataran, lokakarya, pendidikan lanjutan, pendidikan dalam jabatan, studi perbandingan, dan berbagai kegiatan akademik lainnya. Jadi, kegiatan pembinaan profesi tidak hanya terbatas pada pendidikan prajabatan atau pendidkan lanjutan di perguruan tinggi saja, melainkan dapat juga dilakukan setelah yang bersangkutan lulus dari pendidikan prajabatan ataupun sedang dalam melaksanakan jabatan.
Usaha peningkatan peningkatan dan penegembangan profesi dapat dilakukan secara perseorangan oleh para anggotanya, ataupun juga dapat dilakukan secara bersama. Lamanya program peningkatan pembinaan itupun beragam sesuai yang diperlukan. Secara perseorangan peningkatan mutu profesi dapat dilakukan baik secara formal maupun informal. Peningkatan secara formal merupakan peningkatan mutu melalui pendidikan dalam berbagai kursus, sekolah, maupun kuliah di perguruan tinggi atau lembaga lain yang berhubungan dengan profesinya. Di samping itu, secara informal guru dapat saja meningkatkan mutu profesinya dengan mendapatkan informasi dari media massa, atau buku-buku yang sesuai dengan bidang profesi yang bersangkutan.
Tujuan pendidikan nasional dengan jelas dapat dibaca dalam UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yakni membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila. Prinsip yang lain adalah membimbing peserta didik, bukan mengajar atau mendidik saja. Pengertian membimbing seperti yang dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara dalam system amongnya. Tiga kalimat padat yang terkenal dari sistem itu adalah ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun karso, dan tut wuri handayani. Ketiga kalimat itu mempunyai arti bahwa pendidikan harus dapat memberi contoh, harus dapat memberikan pengaruh, dan harus dapat mengendalikan peserta didik. Dalam tut wuri terkandung maksud membiarkan peserta didik menuruti bakat dan kodratnya sementara guru memperhatikannya. Dalam handayani berarti guru mempengaruhi siswa dalam arti membimbing atau mengajarnya. Dengan demikian membimbing mengandung arti bersikap menentukan kea rah pembentukan manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa pancasila, dan bukanlah mendikte peserta didik, apalagi memaksanya menurut kehendak sang pendidik. Motto tut wuri handayni sekarang telah diambil menjadi motto dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Prinsip manusia Indonesia seutuhnya dalam kode etik ini memandang manusia sebagi satu kesatuan yang utuh, bulat, baik jasmani maupun rohani, tidak hanya berilmu tinggi tetapi juga bermoral tinggi pula. Guru dalam mendidik seharusnya tidak mengutamakan pengetahuan dan perkembangan intelektual saja, tetapi juga harus memperhatikan perkembangan seluruh pribadi peserta didik, baik jasmani, rohani, sosial, maupun yang lainnya yang sesuai dengan hakikat pendidikan. Ini dimaksudkan agar peserta didik pada akhirnya akan dapat menjadi manusia yang mampu menghadapi tantangan dalam kehidupannya sebagai insane dewasa. Peserta didik tidak dapat dipandang sebagai objek semata yang harus patuh dan taat pada kehendak dan kemauan guru.
Sebagai tenaga profesional, guru harus selalu meningkatkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan secara terus menerus. Sasaran penyikapan itu meliputi terhadap perundang-undangan, organisasi profesi, teman sejawat, peserta didik, tempat kerja, pemimpin dan pekerjaan.
Sebagai jabatan yang harus dapat menjawab tantangan perkembangan masyarakat, jabatan guru harus selalu dikembangkan dan dimutakhirkan. Dalam bersikap guru harus selalu mengadakan pembaruan sesuai dengan tuntutan tugasnya. Jadi, agar tujuan pendidikan nasional dapat tercapai seorang guru harus memiliki sertifikasi pendidik dan memiliki kompetensi-kompetensi yang diharapkan sesuai bidanganya, sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Peraturan Pemerintah No 14 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, yang di antaranya adalah sebagai berikut:
  1. Kompetensi pedagogik yaitu merupakan kemampuan dalam pengelolaan peserta didik yang meliputi: (a) pemahaman wawasan atau landasan kependidikan; (b) pemahaman terhadap peserta didik; (c)pengembangan kurikulum/ silabus; (d) perancangan pembelajaran; (e) pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis; (f) evaluasi hasil belajar; dan (g) pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.
  2. Kompetensi kepribadian yaitu merupakan kemampuan kepribadian yang: (a) mantap; (b) stabil; (c) dewasa; (d) arif dan bijaksana; (e) berwibawa; (f) berakhlak mulia; (g) menjadi teladan bagi peserta didik dan masyarakat; (h) mengevaluasi kinerja sendiri; dan (i) mengembangkan diri secara berkelanjutan.
  3. Kompetensi sosial yaitu merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk : (a) berkomunikasi lisan dan tulisan; (b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional; (c) bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik; dan (d) bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar.
  4. Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam yang meliputi: (a) konsep, struktur, dan metoda keilmuan/teknologi/seni yang menaungi/koheren dengan materi ajar; (b) materi ajar yang ada dalam kurikulum sekolah; (c) hubungan konsep antar mata pelajaran terkait; (d) penerapan konsep-konsep keilmuan dalam kehidupan sehari-hari; dan (e) kompetisi secara profesional dalam konteks global dengan tetap melestarikan nilai dan budaya nasional.
1.       Pemeliharaan Profesionalisme Guru
Pemeliharaan profesionalisme guru merupakan upaya pengembangan berkelanjutan mengenai mindset guru, kemampuan mengembangkan pelajaran, dan kemampuan melaksanakan pembelajaran. Dari ketiga aspek ini, mindset guru merupakan aspek yang paling penting karena mendasari keputusan tindakan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran. Menagapa mindset guru begitu penting dalam pemeliharaan profesionalitas guru?
A. Karakteristik Pembelajaran
Di dalam proses pembelajaran ingin dicapai suatu pertemuan antara konsepsi yang terkandung dalam tujuan pembelajaran dan konsep siswa. Di antara dua kutub tujuan pembelajaran itu terdapat figur sentral yaitu guru yang mengendalikan implementasi kurikulum. Oleh karena itu, secara psikologis, pikiran, perencanaan, dan keputusan yang dibuat oleh guru merupakan bagian penting dalam konteks pembelajaran (Clark & Peterson, 1986). Di dalam konteks ini, kurikulum diinterpretasikan dan dilaksanakan oleh guru, di mana guru mengajar dan siswa belajar. Tingkah laku guru secara substansial dipengaruhi dan ditentukan oleh proses berpikir guru (Shulman, 1986). Hal-hal itulah yang menjadi asumsi fundamental yang melatar-belakangi kajian-kajian mengenai hubungan antara cara berpikir guru dan karakteristik pembelajaran. Fokus utama kajian-kajian pada kawasan ini menekankan pada beberapa aspek berpikir guru, seperti misalnya perencanaan, pengambilan keputusan, judgment, teori-teori yang secara implicit melatar-belakangi tindakannya, harapan-harapan, dan atribusi.
Perkembangan psikologi kognitif telah memberikan kontribusi terhadap wawasan baru mengenai hakekat belajar dan mengajar. Pembelajaran yang baik adalah merefleksikan tentang bagaimana belajar terjadi. Seperti dikatakan Marzano dalam Waras Kamdi (2011) bahwa jantung persoalan restrukturisasi pendidikan adalah hubungan antara proses mengajar dan belajar. Hal ini menurut guru memiliki model konseptual yang menghubungkan antara konsepsi siswa dan konsepsi ilmuwan mengenai hakikat ilmu yang dipelajari. Guru sebagai pengendali, menjembatani pertemuan antara konsepsi ilmiah dengan konsepsi siswa yang acap kali bersumber dari intuisi dan acap kali naïf (Connor, Rowe & Holland dalam Waras ; 2011). Agar pembelajaran efektif, maka apa yang dikonsepsikan dan diaktualisasikan guru di dalam mengajar harus sejalan dengan konsepsi siswa mengenai hakikat bahan yang dipelajari, sehingga pemahaman guru mengenai konsepsi siswa juga menjadi bagian penting dari tindakan mengajar guru. Oleh karena itu, meskipun guru bukan satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagi figur yang mengendalikan kurikulum, tak dapat dipungkiri bahwa peranan guru masih sangat penting dalam proses pembelajaran di sekolah.
Perbedaan konsepsi guru tentang belajar dan mengajar akan membedakan keputusan dan aktivitas guru, yang selanjutnya akan membedakan pula proses dan hasil belajar siswa. Konsepsi guru tidak hanya berpengaruh terhadap strategi atau pendekatan dalam mengajar, tetapi juga jenis-jenis informasi yang disajikan untuk siswa. Konsepsi-konsepsi guru tersebut didefinisikan sebagai pandangan guru tentang apa yang akan dipelajari siswa, bagaimana belajar terjadi, dan kaidah guru dalam mengajar. Dalam pembelajaran ilmu-ilmu sosial, hal yang sama juga dikaji oleh Wilson, Konopak, dan Readence (1994), Lewis dan College (1994), dan Wilson & Readence (1993), yang memusatkan perhatian pada konsepsi dan keyakinan guru dalam hubungannya dengan praktik mereka di kelas.
Kegagalan belajar yang dicerminkan oleh rendahnya prestasi belajar anak-anak di Indonesia, terutama dalam bidang-bidang studi eksakta, terutama matematika dan fisika, diduga tidak hanya disebabkan oleh faktor individual siswa, seperti konsep naïf, tetapi juga oleh perbedaan konsepsi guru tentang mengajar dan belajar, bahkan kesalahan konsepsi guru atau konsepsi yang naïf tentang ilmu pengetahuan. Dalam matapelajaran berhitung misalnya, guru mengajarkan topik penjumlahan dan pengurangan, apa konsepsi guru tentang penjumlahan dan pengurangan? Mungkin bermacam-macam konsepsi muncul pada setiap guru matematika. Konsepsi guru juga akan menentukan strategi kognitif yang sering kali diajarkan kepada siswa-siswanya.
B. Tindakan Guru
Clark & Peterson dalam Waras (2011) menyajikan model berpikir dan tindakan guru. Tujuan utama penyajian model ini dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan perspektif dan konteks proses berfikir guru dalam proses belajar dan mengajar, dan pendekatan-pendekatan penelitian yang dapat digunakan. Model hubungan domain berpikir guru dan tindakan guru dalam pembelajaran yang disajikan Clark & Peterson tersebut membantu pemahaman mengenai domain-domain berpikir dan tindakan guru dalam pembelajaran.
Model itu menggambarkan dua domain penting yang tercakup dalam proses mengajar. Masing-masing domain disajikan dalam bentuk lingkaran. Domain-domain tersebut adalah (1) proses berpikir guru, dan (2) tindakan guru. Dua dimensi tersebut paling tidak berbeda dalam dua hal. Pertama, domain berbeda dalam keterukurannya. Proses berpikir guru terjadi “di kepala guru itu sendiri”, dan oleh karenanya tidak terukur. Sebaliknya, tingkah laku guru, tingkah laku siswa, dan skor hasil belajar siswa adalah fenomena yang terukur. Oleh karena itu, fenomena yang tercakup dalam domain tindakan guru lebih mudah diukur daripada domain berpikir guru. Kedua, kedua domain menyajikan pendekatan paradigmatik pada penelitian pembelajaran. Penelitian pada domain tindakan guru lebih banyak menggunakan paradigma penelitian proses-produk, yang concern dengan hubungan tingkah laku guru, tingkah laku siswa, dan prestasi sisiwa. Sebaliknya, penelitian pada domain proses berpikir guru merupakan pendekatan paradigmatik reflektif pada penelitian pembelajaran yang muncul pada akhir-akhir ini.
Domain tindakan guru adalah bentuk aktualisai guru di dalam kelas. Guru menjalankan tugasnya di dalam kelas dengan cara-cara tertentu dan tingkah laku mereka berpengaruh terhadap belajar siswa. Dalam paradigma proses-produk diasumsikan hubungan kausalitas linear, bahwa tindakan guru akan berpengaruh terhadap tindakan sisiwa, yang pada akhirnya berpengaruh terhadap prestasi siswa. Dalam model Clark dan Peterson dalam Waras (2011) ini hubungan antara tingkah laku guru, tingkah laku siswa, dan prestasi siswa diasumsikan terjadi secara timbak balik.
C. Proses Berpikir Guru
Ada tiga kategori utama proses berpikir guru yang dicakup dalam domain ini: (1) perencanaan guru (berpikir pra-aktif dan pasca-aktif), (2) pikiran dan keputusan interaktif guru, dan (3) teori dan keyakinan guru. Domain ini sesuai dengan isu pandangan guru yang diajukan Smith (1990) dalam Waras (2011), yakni konsepsi guru tentang apa yang perlu dipelajari siswa (perencanaan), bagaiman belajar terjadi (teori dan keyakinan guru tentang belajar), dan kaidah apa yang digunakan guru (keputusan interaktif guru). Kategori-kategori tersebut lebih merefleksikan konseptualisasi guru tentang domain proses berpikir guru daripada sekedar proses kategorisasi domain. Dua subkategori dari kategori yang pertama menyajikan perbedaan temporal antara apakah proses berpikir guru terjadi selama interaksi kelas (misalnya, keputusan dan pikiran interaktif guru), ataukah sebelum atau sesudah interaksi kelas (misalnya, berpikir pra-aktif dan pasca aktif). Pembedaan fase tersebut pertama kali digunakan oleh Crist, Marx, dan Peterson (1974: dalam Waras: 2011) sebagai suatu cara pengkategorian proses berpikir guru, karena penelitian mereka berhipotesis bahwa jenis berpikir guru yang dilakukan selama kegiatan mengajar di kelas akan berbeda secara kualitatif dari jenis berpikir yang dikerjakan guru sebelum atau sesudah interaksi kelas.
Jenis berpikir yang dilakukan guru selam interaksi pembelajaran interaktif tampaknya berbeda secara kualitatif dari jenis berpikir yang mereka kerjakan ketika tidak sedang berinteraksi dengan siswa. Sementara itu, perbedaan antara berpikir pra-aktif dan pasca-aktif tampaknya tidak dipakai oleh para peneliti. Kedua kategori tersebut telah termasuk dalam kategori perencanaan guru. Perencanaan guru mencakup proses berpikir yang diperlukan di dalam interaksi kelas. Selain itu, karena proses pembelajaran berlangsung secara siklis, perbedaan antara berpikir pra-aktif dan pasca-aktif menjadi kabur. Kategori ketiga, teori dan keyakinan guru, menyajikan pengetahuan yang dimilki oleh guru yang mempengaruhi keputusan dan pikiran interaktif mereka. Anak panah dalam model menunjukkan pengaruh tersebut. Jelasnya, guru mungkin juga mengembangkan teori dan keyakinan sebagai suatu hasil dari pikiran mereka selama interaksi kelas dan dari perencanaan mereka yang kemudian diikuti interaksi kelas. Karena itu, seperti yang ditunjukkan dalam model, keputusan dan pikiran interaktif guru, dan perencanaan juga mempengaruhi teori dan keyakianan guru. Ketiga kategori di dalam domain proses berpikir guru itu merefleksikan pernyataan kawasan di dalam penelitian tentang proses berpikir guru dan kemudian merefleksikan konseptualisasi guru terhadap kawasan itu.
D. Refleksi Pandangan Kita tentang Belajar dan Pembelajaran
Tindakan kita sebagai guru, sadar atau tidak, pada dasarnya dilatari oleh pandangan kita terhadap belajar dan pembelajaran. Perbedaan pandangan (konsepsi) kita tentang belajar dan pembelajaran akan membedakan keputusan dan aktivitas kita sebagai guru, yang selanjutnya akan membedakan pula proses belajar dan hasil belajar siswa. Konsepsi kita tidak hanya berpengaruh terhadap strategi atau pendekatan dalam mengajar, tetapi juga jenis-jenis informasi yang akan kita sajikan untuk siswa. Konsepsi-konsepsi kita tersebut didefinisikan sebagai pandangan guru tentang apa yang akan dipelajari siswa, bagaimana belajar terjadi, dan peran guru dalam proses pembelajaran.
Smith dalam Waras (2011) mengklasifikasikan konsepsi tentang belajar itu menjadi tiga tipe: (1) konsepsi belajar sebagai pemerolehan fakta, (2) konsepsi belajar sebagai pemahaman isi, dan (3) konsepsi belajar sebagai perubahan konseptual. Sebagai cermin,  ketiga pandangan ini dapat member gambaran reflektif seberapa konstruktif kita telah melakukan tugas pembelajaran.
·         Pemerolehan Fakta (PF)
Sebagaimana labelnya, konsepsi ini ditandai oleh pendapat tentang isi sebagai sekumpulan fakta dan definisi. Konsepsi PF menyajikan struktur isi sebagi sederetan fakta, dan urutan isinya lebih menunjukkanketerpisahan antarfakta daripada jaringan ide yang saling terkait. Belajar yang bersifat fakta ini tampaknya lebih merupakan cara cepat atau jalan pintas untuk menghadapi tes, daripada makna hakiki pemerolehan belajar yang bersifat pemahaman, deskripsi, prediksi, dan kontrol fenomena.
Kaidah guru dalam konsepsi ini adalah membeberkan fakta-fakta kepada siswa untuk dipelajari, dan memberikan kegiatan kepada siswa untuk menerima, menyimpan, dan mengingat kembali fakta-fakta yang dipelajari. Perhatian guru cenderung kurang memfokus pada hakikat belajar itu sendiri daripada penyelesaian tugas siswa, memelihara minat dan keterlibatan siswa. Implisit di dalam konsepsi ini adalah pendapat tentang belajar sebagai proses menerima dan mengingat informasi, dan memunculkan kembali fakta-fakta itu ketika dibutuhkan. Dengan pandangan mengenai belajar dan mengajar seperti ini, kegagalan siswa adalah sangat logis dipandang sebagai hasil dari kurangnya usaha atau basic skill (Holoway, 1988).
Pola berpikir tentang belajar dan mengajar seperti ini mungkin paling umum terjadi di kalangan guru, dengan dugaan relatif lemah pada latar belakang bidang studi, seperti tercermin dalam sorotan masyarakat yang ditunjuk kepada guru-guru di Indonesia akhir-akhir ini. Akan tetapi guru-guru yang menekankan pada latar belakang bidang studinya mungkin juga memiliki konsep ini ketika mereka mempersepsi bahwa memorisasi hanya sebagai jenis keulungan dalam menembus rejim testing.
·         Pemahaman Isi (PI)
Perbedaan fundamental antara konsepsi PF dan konsepsi PI terletak pada apa yang dipelajari siswa. Guru dengan tipe konsepsi PI memiliki pemahaman yang matang mengenai isi. Struktur isi dipahami sebagai hubungan antaride. Guru dengan konsepsi ini merasa yakin bahwa kaidah nereka menyajikan isi ajaran dalam cara yang logis dengan menggambarkan struktur dan organisasinya, dan disajikan dengan cara yang menarik dan jelas bagi siswa. Secara umum, konsepsi ini mengarah pada pengembangan pengetahuan guru mengenai subject matter, dan pengembangan organisasi isi dan kesempurnaan penyajian di kelas atau kegiatan laboratories. Guru kurang perhatian dengan penyelasaian tugas semata-mata, dan lebih menaruh perhatian pada subject matter apa yang belum dipahami. Guru cenderung mengembangkan kemampuan mereka tentang subject matter apa yang dapat membuat siswa dapat belajar lebih mudah dan dapat meningkatkan usaha.
Sementara kedua tipe konsepsi guru ini berbeda dalam hal memandang apa yang dipelajari siswa, tetapi dalam memandang belajar memiliki konsepsi yang sama, yaitu belajar dipandang sebagai penerimaan dan penyimpanan informasi. Asumsi konsepsi PI ini adalah siswa akan menempatkan informasi baru pada sajian informasi yang dimiliki sebelumnya dengan cara yang tepat, sehingga pengetahuan siswa akan tersimpan dalam ingatan secara terorganisasi. Ketika siswa gagal memahami atau mengingat, hal itu diinterpretasikan sebagai hasil dari tidak jelasnya sajian, kurangnya usaha siswa dalam belajar, sikap belajar yang kurang terhadap subjek yang diajarkan.
·         Perubahan Konseptual (PK)
Perbedaan fundamental konsepsi ini dengan dua konsepsi sebelumnya adalah guru menganggap siswa sebagai pengkonstruksi gagasan mereka sendiri daripada sekedar menerima informasi. Meskipun konsepsi ini cenderung berada dalam hal penekanan isi dari dua konsepsi sebelumnya, tetapi pandangan terhadap subjek yang dipelajari mirip dengan perspektif konsepsi PI. Keduanya berpandangan bahwa subject matter sebagai ide yang saling berhubungan. Konsepsi-konsepsi tersebut akan menentukan keputusan dan aktivitas apa yang akan dilakukan guru dalam mengajar.
Guru-guru dengan konsepsi PK yakin bahwa informasi yang mereka sajikan di kelas secara umum belum sepenuhnya menggambarkan apa yang dikonstruk siswa. Oleh karena itu, kaidah unik bagi guru dengan perspektif ini adalah memonitor gagasan-gagasan siswa dan cara-cara berpikirnya, dan merancang urutan pembelajaran untuk membimbing siswa dalam mengkonstruksi pengetahuan yang memadai. Dalam konteks ini kesadaran guru untuk memahami konsepsi siswa, terutama yang berkaitan dengan konsepsi naïf, merupakan bagian terpenting dari tindakan guru.
Kalau guru yang bertipe konsepsi PI memfokuskan pada struktur dan organisasi isi yang disajikan, maka guru yang berkonsepsi PK memfokuskan perhatian pada gagasan-gagasan siswa atau isu-isu kunci yang muncul dari siswa, dan menghubungkannya dengan topik utama pelajaran yang sedang berlangsung. Kalau guru dengan konsepsi PI mendasarkan keputusannya memilih isi pada struktur isi, guru dengan konsepsi PK secara umum membuat keputusan isi yang secara strategis berguna dalam membantu siswa dalam mengembangkan gagasan tertentu.
Kesimpulan pendek yang dapat ditarik adalah konsepsi guru tentang belajar dan mengajar mempengaruhi apa yang mereka kerjakan dalam bahan ajar, jenis-jenis informasi yang mereka cari, dan persepsi mereka terhadap apa yang mereka perlukan agar pekerjaan menjadi lebih baik.
E. Mengembangkan Profesionalitas secara Berkelanjutan
Upaya pengembangan profesional secara berkelanjutan yang lebih sistematis kontekstual dapat dilakukan dengan cara pengembangan program-program yang terintegrasi dengan habitat guru, yaitu organisasi sekolah.
Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan (PKB) adalah bentuk pembelajaran berkelanjutan bagi guru yang merupakan kendaraan utama dalam upaya membawa perubahan yang diinginkan berkaitan dengan  keberhasilan siswa.  Dengan demikian semua siswa diharapkan dapat mempunyai  pengetahuan lebih, mempunyai keterampilan lebih baik, dan menunjukkan pemahaman yang mendalam tentang materi ajar serta mampu memperlihatkan apa yang mereka ketahui dan mampu melakukannya. PKB mencakup berbagai cara dan/atau pendekatan dimana guru secara berkesinambungan belajar setelah memperoleh pendidikan dan/atau pelatihan awal sebagai guru. PKB mendorong guru untuk memelihara dan meningkatkan standar mereka secara keseluruhan mencakup bidang-bidang berkaitan dengan pekerjaannya sebagai profesi. Dengan demikian, guru dapat memelihara, meningkatkan dan memperluas pengetahuan dan keterampilannya serta membangun kualitas pribadi yang dibutuhkan di dalam kehidupan profesionalnya.
Melalui kesadaran untuk memenuhi standar kompetensi profesinya serta upaya untuk  memperbaharui dan meningkatkan kompetensi profesional selama periode bekerja sebagai guru, PKB dilakukan dengan komitmen secara holistik terhadap struktur keterampilan dan kompetensi pribadi atau bagian penting dari  kompetensi profesional. Dalam hal ini adalah suatu komitmen untuk menjadi profesional dengan memenuhi standar kompetensi profesinya, selalu memperbaharuimya, dan secara berkelanjutan untuk terus berkembang. PKB merupakan kunci untuk mengoptimalkan kesempatan pengembangan karir  baik saat ini maupun ke depan. Untuk itu, PKB  harus mendorong dan mendukung perubahan khususnya  di dalam praktik-praktik dan pengembangan karir guru.
Pada prinsipnya, PKB  mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan sebagaimana digambarkan pada diagram berikut ini (diadopsi dari  Center for Continuous Professional Development (CPD). University of Cincinnati Academic Health Center. Dengan perencanaan dan refleksi pada pengalaman belajar guru dan/atau praktisi pendidikan akan mempercepat pengembangan pengetahuan dan keterampilan guru serta kemajuan karir guru dan/atau praktisi pendidikan.
PKB  adalah bagian penting dari  proses pengembangan keprofesionalan guru. PKB tidak terjadi secara ad-hoc tetapi dilakukan melalui pendekatan yang diawali dengan perencanaan untuk  mencapai standar kompetensi profesi (khususnya bagi guru yang belum mencapai  standar kompetensi sesuai dengan hasil penilaian kinerja, atau dengan kata lain berkinerja rendah), mempertahankan/menjaga dan mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan perolehan pengetahuan dan keterampilan baru.  PKB  dalam rangka pengembangan pengetahuan dan keterampilan merupakan tanggung-jawab guru secara individu  sesuai dengan masyarakat pembelajar, jadi sangat penting bagi guru yang berada di ujung paling depan pendidikan.  Oleh karena itu, agar PKB dapat mendukung kebutuhan individu dan meningkatkan praktik-praktik keprofesianalan maka kegiatan PKB harus:
1.  Menjamin kedalaman pengetahuan terkait dengan materi ajar yang diampu.
2.  Menyajikan  landasan  yang kuat tentang  metodologi pembelaran (pedagogik) untuk    mata pelajaran tertentu.
3.  Menyediakan pengetahuan yang lebih umum tentang proses pembelajaran dan sekolah sebagai institusi  di samping pengetahuan terkait dengan materi ajar yang diampu dan metodologi pembelaran (pedagogik) untuk mata pelajaran tertentu.
4.  Mengakar dan merefleksikan penelitian terbaik yang ada dalam bidang pendidikan.
5.  Berkontribusi terhadap pengukuran  peningkatan keberhasilan peserta didik dalam belajarnya.
6.  Membuat guru secara intelektual terhubung dengan ide-ide dan sumberdaya yang ada;
7.  Menyediakan waktu yang cukup, dukungan dan sumberdaya  bagi guru agar mampu menguasai isi materi belajadan pedagogi serta mengintegrasikan dalam praktik-praktik pembelajaran sehari-hari.
8. Didesain oleh perwakilan dari mereka-mereka yang akan berpartisipasi dalam kegiatan PKB bekerjasama dengan para ahli dalam bidangnya.
9.  Mencakup berbagai bentuk kegiatan termasuk beberapa kegiatan yang mungkin belum terpikirkan sebelumnya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan saat itu.
Berdasarkan analisis kebutuhan peningkatan kompetensi guru  dan ketentuan yang berlaku  pada  praktik-praktik pelaksanaan PKB yang ada, maka dikembangkan mekanisme PKB yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan guru untuk meningkatkan profesionalismenya sebagai berikut.
Tahap  1:  Setiap  awal  tahun guru melakukan evaluasi diri tentang apa yang dilakukan sebelumnya. Guru di suatu sekolah, baik guru yang berpengalaman maupun guru yang baru mulai mengajar, harus melakukan proses evaluasi diri,  dan mengikuti penilaian kinerja dan reviu tahunan  pada awal tahun ajaran  dan/atau  menjelang akhir tahun ajaran. Bagi guru yang mengajar lebih dari satu sekolah, maka kegiatan evaluasi diri, PKG dan PKB dilakukan di sekolah induknya.  Evaluasi diri dilakukan dengan mengisi Format-1, yang memuat antara lain sebagai berikut.
·         Semua usaha yang telah dilakukannya untuk mengembangkan kompetensinya selama satu tahun terakhir, baik dengan mengikuti pelatihan yang bersifat formal maupun informal  (berkaitan dengan pengembangan diri yang diorientasikan kepada peningkatan kualitas pembelajaran, pengembangan pengetahuan dan keterampilan menghasilkan karya ilmiah dan/atau karya innovatif).
·         Hasil atau dampak yang dirasakannya dari usaha tersebut.  Keberhasilan yang dicapainya dalam melaksanakan tugas selama satu tahun terakhir, termasuk inovasi yang dilakukan dan kontribusinya terhadap pengembangan sekolah, dsb.
·         Kendala yang dihadapinya dalam melaksanakan tugasnya (baik secara internal yaitu pada dirinya sendiri maupun dari luar).
·         Kelemahan/kekurangan yang dirasakan masih ada pada dirinya (termasuk keterampilan baru yang ingin dikuasainya).
·         Hasil dari proses Kegiatan induksi dan Penilaian Kinerja yang baru dialaminya.
·         Kegiatan yang direncanakan akan dilakukan selama satu tahun    ke depan  dalam rangka pengembangan diri.
·         Kegiatan yang direncanakan akan dilakukan selama  kurun waktu tertentu  untuk memperbaiki Profil dan Angka Penilaian Kinerja. Kegiatan yang direncanakan akan dilakukan sendiri.
·         Kegiatan yang direncanakan membutuhkan partisipasi atau kerja sama dengan guru lain.
·         Pengembangan kompetensi yang masih dibutuhkannya serta bantuan lain yang diperlukannya untuk mencapai tujuannya.
Tahap 2 : Segera setelah selesai melakukan evaluasi diri, guru mengikuti proses Penilaian Kinerja Formatif (lihat Pedoman Penilaian Kinerja). Penilaian Kinerja ini diperlukan untuk menentukan profil kinerja guru dalam menetapkan apakah guru akan mengikuti  program peningkatan kinerja untuk mencapai standar kompetensi profesinya atau kegiatan pengembangan kompetensi lebih lanjut.
Tahap 3 :  Melalui konsultasi dengan Kepala Sekolah  (jika koordinator PKB adalah guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah)  dan Komite Sekolah,  Guru dan koordinator PKB membuat perencanaan kegiatan PKB (Format-2) bersifat sementara (untuk selanjutnya dikoordinasikan dengan Koordinator PKB Kabupaten/Kota  dan Koordinator KKG/ MGMP) yang didasarkan kepada:
·         evaluasi diri yang dilakukan oleh guru
·         catatan  pengamatan  berkala yang pernah dilakukan oleh Guru Pembina  (jika ada), Pengawas, dan/atau Kepala Sekolah
·         penilaian kinerja guru
·         data dari sumber lain yang sudah dikumpulkan oleh  koordinator PKB,  termasuk kebutuhan akan pengembangan sumber daya manusia yang tercermin pada Rencana Pengembangan Sekolah.
Tahap 4 : Koordinator PKB Kabupaten/Kota, Kepala Sekolah (jika koordinator PKB adalah guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah), Koordinator KKG/MGMP dan Koordinator, PKB tingkat sekolah menetapkan dan  menyetujui  rencana  kegiatan  PKB  bersifat  final  yang memuat kegiatan PKB yang akan dilakukan oleh guru sendiri dan/atau bersama-sama dengan guru lain  di dalam sekolah  sebagai bagian dari kegiatan yang akan diadakan oleh sekolah tertentu, kegiatan yang akan dikoordinasikan oleh KKG dan MGMP  maupun  kegiatan yang akan dilaksanakan  oleh  Dinas Pendidikan. Khusus kegiatan PKB yang akan dilaksanakan di kabupaten/kota terlebih dahulu dikonsultasikan kepada  Kepala Dinas  Pendidikan untuk memperoleh persetujuan. Dinas Pendidikan Kabupaten/ Kota mengalokasikan anggaran untuk kegiatan PKB yang akan dilaksanakan di kabupaten/kota dan memberikan anggaran atau subsidi kepada sekolah maupun KKG/MGMP untuk menyelenggarakan PKB di tingkat sekolah secara mandiri maupun melalui kegiatan jaringan sekolah.
Tahap 5 :    Guru  menerima  rencana  program  PKB  yang mencakup kegiatan yang akan dilakukan di dalam dan/atau luar sekolah,  yang  telah dibahas dan disepakati oleh koordinator PKB kabupaten/kota, kepala sekolah (jika koordinator PKB adalah guru yang ditugaskan oleh Kepala Sekolah), koordinator KKG/MGMP dan koordinator sekolah berdasarkan hasil konsultasi dengan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Setiap  guru berhak menerima pembinaan berkelanjutan  (jika memang diperlukan)  dari seorang guru yang berpengalaman dalam melaksanakan proses pembelajaran dan telah mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan serta memiliki kinerja minimal baik berdasaskan hasil PK GURU dan ditunjuk/ditetapkan oleh kepala sekolah. Rencana kegiatan PKB juga mencakup sasaran yang akan dicapai dalam kurun waktu tertentu setelah guru mengikuti program PKB (lihat lampiran Format Laporan Kendali Kinerja Guru pada pedoman PK GURU).
Tahap 6 :  Guru  mengikuti  program  PKB  yang  telah direncanakan  baik di dalam dan/atau  di luar sekolah. Sekolah berkewajiban menjamin bahwa kesibukan guru mengikuti kegiatan PKB tidak mengurangi kualitas pembelajaran peserta didik di kelasnya. Ada perbedaan antara pelaksanaan PKB bagi guru-guru yang hasil  PK GURUnya telah mencapai atau lebih standar kompetensi profesi dengan guru-guru yang hasil PK GURUnya masih belum mencapai standar komptensi profesi. Bagi guru-guru yang telah mendapatkan hasil PK GURU formatifnya sama atau di atas standar akan mengikuti program PKB  agar memiliki ilmu pengetahuan yang kuat, tuntas dan tidak setengah-tengah serta memiliki kepribadian yang matang, kuat dan seimbang agar mampu memberikan layanan pendidikan  sesuai dengan perkembangan masa kini. Sedangkan khusus bagi guru-guru yang mengikuti program PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi (guru-guru yang hasil PK GURU formatifnya di bawah standar kompetensi yang ditetapkan)  harus mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: (i) jenis kompetensi yang perlu ditingkatkan;  (ii)  daya dukung yang tersedia di sekolah; (iii) catatan hasil evaluasi diri, refleksi diri, dan hasil PK GURU; serta (iv)  target  perubahan/peningkatan yang diharapkan akan terjadi setelah  guru mengikuti kegiatan PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi.
Dalam penyusunan rencana PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi khususnya bagi guru-guru yang hasil PK GURU-nya di bawah standar yang ditetapkan dengan kata lain guru berkinerja rendah  perlu mencantumkan  tahap pelaksanaannya. Selain itu, dalam rencana PKB tersebut juga perlu mencantumkan  pihak-pihak yang terlibat dalam keseluruhan proses, mulai tengah semester 1 sampai dengan tengah semester 2,  sebelum  pelaksanaan  PK GURU sumatif di akhir tahun ajaran.
Dalam pelaksanaan PKB untuk mencapai standar kompetensi profesi khususnya bagi guru-guru yang hasil penilaian kinerjanya masih di bawah standar yang ditetapkan dapat didampingi oleh  Guru pendamping/mentor.  Guru  pendamping/mentor adalah guru senior yang kompeten, yang bertugas memberikan pendampingan kepada guru yang mengikuti PKB tersebut. Guru pendamping/mentor dapat berasal dari sekolah maupun dari luar sekolah (jika sekolah merasa belum memiliki guru yang memenuhi persyaratan yang ditentukan). Persyaratan untuk menjadi guru pendamping/ mentor adalah memiliki: (i) kualifikasi akademik S-1/ D-IV dalam bidang yang sesuai dengan guru yang didampingi; (ii)    sertifikat pendidik; (iii)  pangkat/ jabatan minimal  sama dengan guru yang didampingi; (dan (iv) ciri-ciri yang dibutuhkan oleh seorang pendamping/ mentor, yaitu sabar, bijak, banyak mendengar, tidak menggurui, dapat mengajak guru yang didampinginya untuk berbuka hati, dan dapat  bekerja sama dengan berbagai pihak, baik di dalam maupun di luar sekolah. Sedangkan tugas pokok guru pendamping/mentor dalam ini antara lain adalah sebagai berikut.
1) Melakukan monitoring terhadap kegiatan yang dilakukan oleh guru selama guru mengikuti PKB pencapaian standar profesi.
2) Memberikan bimbingan  kepada guru yang didampingi berdasarkan hasil isian evaluasi diri guru,  refleksi diri, portofolio, dan catatan/laporan hasil PK GURU.
3) Memberikan masukan dan turut mencarikan solusi jika guru yang didampingi mempunyai masalah  terkait dengan  pelaksanaan  PKB pencapian standar profesi.
4) Membuat catatan dan laporan hasil monitoring terhadap pelaksanaan PKB pencapaian standar yang dilakukan oleh guru yang didampingi dan (bila diperlukan) menetapkan tindak lanjut yang harus dilakukan.
Tahap 7 : Pelaksanaan monitoring dan evaluasi kegiatan PKB oleh Koordinator PKB Kabupaten/kota bekerja sama dengan Koordinator PKB  tingkat sekolah  untuk mengetahui apakah kegiatan PKB yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dilaksanakan sesuai dengan rencana,  mengkaji apakah kegiatan PKB yang dilaksanakan dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, dilaksanakan sesuai dengan rencana,  mengkaji kelebihan, permasalahan dan hambatan untuk perbaikan kegiatan PKB di masa mendatang,  dan penerapan hasil PKB dalam pelaksanaan tugas guru, serta evaluasi dampak terhadap upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan di sekolah.
Tahap  8:  Setelah mengikuti program PKB, guru guru wajib mengikuti PK GURU sumatif di akhir tahun ajaran. Hasil PK GURU sumatif akan dikonversi ke perolehan angka kredit. Gabungan angka kredit PKB dan PKB yang telah diikuti guru akan diperhitungkan untuk kenaikan pangkat, jabatan, dan fungsional guru, dan merupakan bahan pertimbangan untuk pemberian tugas tambahan atau pemberian sangsi pada guru.  Angka kredit  PK GURU  diberikan oleh penilai; sedangkan angka kredit  PKB diberikan oleh koordinator PKB tingkat sekolah dengan mengacu kepada pedoman pemberian angka kredit untuk PKB.
Tahap  9:  Di akhir tahun, semua guru  dan koordinator PKB tingkat sekolah melakukan refleksi apakah kegiatan PKB yang diikutinya benar-benar bermanfaat dalam meningkatkan kompetensinya maupun kemampuan lain untuk menghasilkan karya ilmiah dan/atau karya inovatif (Format-3).
Sekolah berkewajiban menjamin bahwa kesibukan guru dengan tugas tambahannya  sebagai Guru Pendamping/ Mentor  atau sebagai Koordinator PKB  tingkat sekolah sebagaimana halnya guru yang mengikuti kegiatan PKB tidak mengurangi kuantitas dan kualitas mengajarnya. Masa kerja koordinator PKB, penilai, dan guru pendamping/mentor adalah 3 (tiga) tahun. Setelah habis masa kerjanya, akan dilakukan evaluasi untuk menentukan masa kerja berikutnya. Pemilihan koordinator PKB, penilai, dan guru pendamping/mentor dilakukan oleh kepala sekolah dengan persetujuan pengawas dan semua guru di sekolah tersebut, sedangkan penetapan dan pengangkatannya dilakukan oleh kepala sekolah dengan diketahui oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Secara formal kepala sekolah menerbitkan SK penetapan koordinator PKB, penilai dan guru pendamping. Selain itu, sekolah dan Dinas Pendidikan setempat harus menjamin keterlaksanaan tugas Guru Pendamping/Mentor atau sebagai Koordinator PKB agar pelaksanaan PKB dapat dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip PKB yang telah ditetapkan dan sekaligus dapat mencapai tujuan yang ingin dicapai dalam rangka peningkatan kualitas layanan pendidikan bagi peserta didik.
Dalam rangka menjamin pelaksanaan PKB, maka perlu dilakukan kegiatan monitoring dan evaluasi, disingkat dengan monev. Kegiatan monev dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan oleh institusi/pihak  terkait dalam pelaksanaan pembinaan dan pengawasan pelaksanaan PKB. Hasil monev sangat penting untuk merefleksikan pelaksanaan PKB untuk melihat apakah implementasi PKB  berhasil dibandingkan dengan  tujuan  yang telah ditetapkan. Selain itu, hasil monev  juga  dipergunakan untuk meningkatkan pelaksanaan  sekaligus untuk memberikan masukan untuk peningkatan kualitas PKB.
Monev ini pada prinsipnya untuk mengetahui apakah program PKB dapat berjalan sebagaimana mestinya, hambatan apa  yang terjadi dan  saran untuk mengatasinya.  Dalam analisisnya,  tahapan evaluasi  diarahkan untuk  pengambilan kesimpulan  keberhasilan program  PKB  dalam meningkatkan kompetensi.  Oleh karena itu,  dalam kegiatan monev harus mampu menjawab pertanyaan:
1.  Apakah perencanaan program PKB sesuai dengan kebutuhan guru berdasarkan hasil evaluasi diri dan penilaian kinerja formatif (data  dari Koordinator PKB sekolah)?
2.  Apakah pelaksanaan PKB dan fungsi pelaksana PKB dapat dilakukan secara optimal, dan permasalahan apa saja yang teridentifikasi dalam pelaksanaan PKB (data dari Koordinator PKB sekolah, Kepala Sekolah, Guru Pendamping)?
3.  Dampak positif kegiatan PKB terhadap peningkatan kompetensi guru dan sekolah (datadari Guru)?
4.  Penerapan hasil PKB dalam pelaksanaan tugas guru sehari hari dalam memfasilitasi        pembelajaran peserta didik.
5.  Berdasarkan pertanyaan 1, 2, 3 dan 4 bagaimana interpretasi  Koordinator PKB Kabupaten/Kota  berkaitan dengan akuntabilitas, keberlanjutan program  PKB serta saran-saran dan rekomendasi untuk peningkatannya?
Ketika melakukan analisis data untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, berarti telah menarik simpulan terhadap pelaksanaan  PKB  di  sekolah tertentu dan/atau antarsekolah. Penarikan simpulan seperti itu memerlukan kejujuran dan pemahaman terhadap kondisi nyata di sekolah yang dinilai.
1. Pengembangan Atmosfer Profesional yang Dinamis
Kita sealau melihat peluang pengembangan professional guru melalui kaca mata preservice dan program induksi guru baru. Daniel A. Heller dalam Waras (2011) meyakinkan kita untuk melihat dan memikirkan model inservice alternatif. Model tipikal yang ada biasanya dilakukan beberapa hari dalam bentuk kuliah pakar, workshop, pelatihan, dan pertemuan dengan orang tua, dan yang lain dalam waktu yang terbatas. Komplain yang umum terjadi adalah tindak lanjutnya kecil, tidak ada bimbingan, tidak ada diskusi lanjutan, dan ujung-ujungnya inovasi mati.
Heller mengajukan model dengan prinsip pengembangan staf, yaitu suatu model program inservice training berkelanjutan, di mana training, pembicaraan substansi, dan pengembangan ide berlangsung setiap hari. Pertumbuhan profesional menjadi bagian dari pabrik institusi sendiri, tidak ada sesuatu yang terjadi dalam 3 hari atau 4 hari secara khusus sebagaiman yang terjadi dalam model tipikal selama ini.
Dari mana datangnya kebermaknaan pemrograman inservice? Jawabannya: Guru. Pertanyaan guru apa yang ingin dipelajari, apa yang perlu mereka pelajari, apa yang mereka inginkan adalah bernilai belajar. Anda mengetahui jawaban itu, anda dapat melai mendesain, bersama komite guru, sebuah inservice yang bekerja multi level, kata Heller. Tema utamanya untuk tahunan, tapi dapat juga tema kecil mengenai program tertentu yang diminati.
2. Pemberdayaan melalui Pertumbuhan Profesional Individual
Pengembangan profesionalitas secara berkelanjutan dilakukan dengan mengerahkan serta secara terus menerus mengasah segenap kemampuan profesional yang telah dikuasai dalam rangka meningkatkan kinerja profesional, yaitu dengan:
a)     Melakukan refleksi terhadap apa yang telah dan akan dilakukan
b)     Melakukan interaksi informal kesejawatan berkaitan
c)      Menjaring balikan dari pemangku kepentingan mengenai apa yang telah dan masih perlu dilakukan
d)      Mengakses informasi melalui literature
e)      Berkomunikasi serta mengakses informasi melalui internrt
f)       Melakukan penelitian tindakan
g)      Melakukan konsultasi dengan pakar dalam bidang-bidang yang relevan
h)      Mengikuti pelatihan dalam rangka meningkatkan kinerja profesional
i)       Mengikuti pendidikan lanjut dalam rangka meningkatkan kinerja professional.
3. Pengembangan Kemampuan Teknologis
Sebagai prasyarat guru profesional adalah kemampuan teknologis. Selain menumpukan pada pendekatan psikologis, kegiatan pembelajaran menumpukan pada pendekatan teknologis, yaitu serangkaian strategi atau teknik yang diterapkan untuk memecahkan persoalan pembelajaran. Dalam dokumen UNESCO yang menggagas pengembangan profesional guru masa depan, ditekankan bahwa penguasaan teknologi untuk mendukung kegiatan pembelajaran merupakan elemen penting profesionalitas guru.  Kecakapan teknologis guru yang dibutuhkan saat ini sekurang-kurangnya meliputu kecakapan dalam berbagai aplikasi komputer dan internet, kemampuan mengajar, menjadi model, mendemonstrasikan keahliannya, pengalaman dalam mendesain pembelajaran, mengembangankan dan menggunakan multimedia pembelajaran. Kenyataan sekarang, meski sekolah-sekolah sampai pelosok sekalipun sudah dujangkau komputer, akan tetapi masih teramat sedikit guru yang memiliki kecakapan aplikasi komputer  untuk mendukung kegiatan pembelajaran. Kemampuan guru dalam penggunaan teknologi komunikasi dan komputer, di bidang teknologi pembelajaran berbasis web, kemampuan mengembangkan media pembelajaran dan menggunakannya di kelas menjadi tuntutan kompetensi guru abad ini.











BAB III
PENUTUP
Simpulan
Pembangunan nasional dalam bidang pendidikan merupakan upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia  Indonesia yang beriman, bertakwa, dan berakhlak mulia serta menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Guru merupakan tenaga profesional mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis dalam kerangka mencapai tujuan pendidikan nasional.  Karena itu, profesi guru harus dihargai dan  dikembangkan sebagai profesi yang bermartabat. Hak guru sebagai tenaga profesional  adalah  memperoleh kesempatan untuk  pengembangan  keprofesian secara berkelanjutan. Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan mencakup berbagai cara dan/atau pendekatan di mana guru secara berkesinambungan belajar setelah memperoleh pendidikan dan/atau pelatihan awal sebagai profesi. Melalui Pengembangan Keprofesionalan Berkelanjutan  ini diharapkan  dapat memperkecil jarak antara pengetahuan, keterampilan, kompetensi sosial dan kepribadian yang mereka miliki sekarang dengan apa yang menjadi tuntutan ke depan berkaitan dengan profesinya itu. Dengan demikian, guru akan terampil membangkitkan minat peserta didik kepada ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memiliki integritas kepribadian yang tangguh untuk mampu berkompetitif di abad 21.  Guru-guru yang profesional sangat diperlukan sebagai penunjang pembangunan  negara secara menyeluruh karena  guru-guru yang profesional mampumelahirkan golongan cendekiawan yang akan meneruskan perjuangan kepada generasi akan datang










DAFTAR PUSTAKA


Depertemen Agama Republik Indonesia. Wawasan Tugas Guru dan Tenaga Kependidikan, Departemen Agama: 2005
Kunandar. Langkah Muda Penelitian Tindakan Kelas Sebagagai Pengembangan Profesi Guru, PT. Rajawali Persada, Jakarta:2010
Kusnandar. Guru Professional Impelementasi Kurikilum Tingkat Satuan Pendidikan dan Sukses dalam Sertifikasi Guru, PT.Raja Grapindo Persada, Jakarta: 2008
Saud Udin Syaifudin. Pengembangan Profesi Guru, CV.Alfabeta, Jakarta: 2009